English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Kamis, 29 September 2011

WARTEGGATE


Hukum Sewa. Pak Nokiansyah adalah tuan tanah di wilayah selatan Jakarta. Pak Nokiansyah banyak memiliki rumah kontrakan yang disewa-sewakan kepada para Karyawan Pabrik sepatu “NIKU” yang berada tidak jauh dari Rumah Pak Nokiansyah.

Pak Nokiansyah pun menyewakan tanah yang terdapat bangunan kepada pengusaha dari Tegal untuk membuka Warteg alias Warung Tegal. Pak Nokiansyah menyewakan tanah kepada pengusaha warteg yang bernama Pak Burhan Berry sejak tahun 1985.

Pembayaran uang sewa dibayar setiap 5 (lima) tahun sekali dari Pak Burhan Berry kepada Pak Nokiansyah. Uang sewa pertahun (tahun 1985) adalah Rp.95.000,-. Singkatnya, pada tahun 2005 uang sewa per tahun disepakati menjadi Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan pada tahun 2007 Pak Nokiansyah meminta uang sewa naik menjadi Rp. 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) per tahun. Semua permintaan Pak Nokiansyah disanggupi Pak Burhan Berry. Pak Burhan Berry pun pada awal tahun 2008 telah membayar kontrak untuk 5 (lima) tahun mendatang yaitu sampai tahun 2013.

Sesuai kesepakatan bahwa Pak Burhan Berry menyewa rumah dan tanah milik Pak Nokiansyah untuk dibuka sebuah Warteg. Seiring dengan waktu, Warteg pun berkembang pesat karena sejak Tahun 1985, Warteg Pak Burhan Berry “me-monopoli” warung jualan makanan di sekitar Pabrik Sepatu “NIKU”.
Pada tahun 1998, Pengusaha dari Tegal itupun memperbesar ukuran warungnya karena usahanya semakin maju dan permintaan semakin tinggi terutama seiring bertambahnya Karyawan Pabrik. Renovasi Warteg-pun dilakukan Pak Burhan Berry dengan swabiaya.

Hubungan baik dan harmonis antara Pak Nokiansyah dengan Pak Burhan Berry telah terjalin sudah sangat lama. Namun hubungan baik itu mulai retak ketika sekitar tahun 2008 Pak Nokiansyah di datangi oleh orang Korea yaitu pemilik Pabrik sepatu “NIKU” dengan maksud akan ekspansi pabriknya. Ekspansi ini termasuk memperluas wilayah/lokasi pabrik. Perluasan ini termasuk di dalamnya adalah tanah dan bangunan yang sedang disewa oleh Pak Burhan Berry untuk Warteg-nya.

Karena tawaran rupiah yang menggiurkan dari Pengusaha Korea tersebut, Pak Nokiansyah pun tanpa pikir panjang menandatangani Kontrak Penjualan tanah milik Pak Nokiansyah untuk keperluan perluasan lokasi Pabrik Sepatu.
Kemudian Pak Nokiasyahpun mendatangi Pak Burhan Berry dan mengutarakan semua maksudnya yaitu meminta Pak Burhan Berry mencari lokasi Warteg di tempat lain. Pak Burhan Berry pun bagaikan di sambar petir di siang bolong.

Kenapa Pak Burhan Berry terkejut ? Inilah hal-hal yang membuat Pak Burhan Berry terkejut dan menjadi permasalahan hukum :
1.  Apa yang harus dilakukan Pak Burhan Berry atas permintaan Pak Nokiansyah ?
2.  Apakah Pak Burhan Berry dapat mempertahankan sewa-nya sampai habis masa sewa dan diberi waktu untuk mencari tempat yang baru serta beres-beres Wartegnya ?
3.  Apa akibat hukum bagi Pak Burhan Berry sebagai Penyewa yang telah merubah (renovasi) bangunan milik Pak Nokiansyah ?
4.  Apakah Pak Burhan Berry dapat meminta “Ganti Rugi” terhadap renovasi Warteg yang telah dilakukannya dan adanya permintaan pemutusan sewa secara sepihak dari Pak Nokiansyah ?

Hubungan hukum yang terjadi antara Pak Nokiasyah sebagai pemilik “tanah dan bangunan” dan Pak Burhan Berry adalah sebagai penyewa “tanah dan bangunan”  yang dijadikan tempat usaha “Warteg” adalah hubungan hukum SEWA-MENYEWA.
Sewa menyewa diatur Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku Ketiga tentang Perikatan, Bab Ketujuh tentang Sewa menyewa dalam Pasal 1548 s/d Pasal 1600.

Pasal 1576 KUH Perdata yang bunyi aslinya adalah:
“Dengan di jualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya, tidaklah diputuskan, kecuali apabila ini telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang.
Jika suatu perjanjian yang demikian, si penyewa tidak berhak menuntut suatu ganti rugi apabila tidak ada suatu janji yang tegas, tetapi jika ada suatu janji seperti tersebut belakangan ini, ia tidak diwajibkan mengosongkan barang yang di sewa, selama ganti rugi uang tertuang belum dilunasi”.

Berdasarkan Pasal 1576 KUH Perdata tersebut, maka secara Prinsip jual beli antara Pak Nokiansyah dengan Pengusaha Korea tersebut tidak dapat memutuskan sewa-menyewa yang telah ada yaitu antara Pak Nokiansyah dengan Pak Burhan Berry.

Pak Burhan Berry dapat menolak permintaan Pak Nokiansyah !

Apabila dalam Surat Perjanjian antara Pak Nokiansyah dengan Pak Burhan Berry terdapat Klausul perjanjian sewa yang menyebutkan “Perjanjian sewa akan berakhir jika adanya penjualan tanah” maka secara hukum Pak Burhan Berry tidak punya pilihan lain selain angkat kaki.

Namun sebaliknya, apabila tidak ada klausul semacam itu di perjanjian atau malah tidak diperjanjikan maka dipergunakanlah aturan pada Pasal 1576 KUH Perdata. Pak Burhan Berry memiliki Hak untuk menggunakan tanah dan rumah untuk Warteg-nya sampai masa sewa habis yaitu tahun 2013.

In casu, hubungan hukum sewa menyewa tersebut hanya dituangkan dalam selembar KWITANSI yang diterima Pak Burhan Berry dari Pak Nokiansyah setiap pembayaran uang sewa.

Apabila Pak Nokiansyah tetap memaksa Pak Burhan Berry untuk pindah mencari tempat baru alias mengusir maka Pak Burhan Berry dapat mengajukan Gugatan Perdata kepada Pak Nokiansyah di Pengadilan Negeri setempat.
Tuntutan dalam Gugatanya adalah :
  1. Pemenuhan Hak Pak Burhan Berry untuk tetap menempati tanah tersebut sampai berakhirnya masa sewa yaitu sampai tahun 2013.
  2. Permintaan Ganti Rugi, seperti yang diatur dalam Pasal 1246 KUH Perdata. Yaitu ganti rugi berupa : a.Kerugian yang nyata di derita oleh Pak Burhan Berry. Dalam hal ini kerugian jumlah rupiah sisa biaya sewa sebagaimana yang telah diperjanjikan, b.Keuntungan yang seharusnya diperoleh. Keuntungan dari penjualan Warteg yang dihitung dari sejak pemutusan sampai tahun 2013, c.Ganti rugi Immateriil.
  3. Biaya-biaya. Misal biaya selama pengurusan pengajuan perkara.
Peraturan mengenai perubahan fisik bangunan misal in casu akibat renovasi tidak ada aturan hukum yang mengatur secara tegas/eksplisit. Namun, dalam Pasal 1567 KUH Perdata diatur bahwa pada saat si Penyewa mengosongkan barang yang disewanya, seorang berhak membongkar dan membawa segala barang yang telah dibuatnya pada barang sewaan atas biaya sendiri.

Dengan demikian, secara implisit KUH Perdata memungkinkan penyewa untuk melakukan perubahan fisik bangunan yang di sewanya.

Namun apabila telah di perjanjikan sebelumnya bahwa si Penyewa tidak diperbolehkan melakukan perubahan fisik (renovasi) maka secara telak si Penyewa/Pak Burhan berry tidak  dapat melakukan renovasi dan apabila terlanjur maka dinyatakan melanggar hukum.

Jika dalam Kwitansi tidak tertulis larangan untuk melakukan Perubahan fisik bangunan, maka apa yang dilakukan Pak Burhan Berry melakukan renovasi bangunan tidak melanggar hukum.

Secara Prinsip Pak Burhan Berry tidak dapat mengajukan permintaan ganti rugi atas renovasi yang dilakukannya, karena yang mempunyai keinginan renovasi adalah Pak Burhan Berry sendiri bukan inisiatif atau perintah Pak Nokiansyah.

Dalam kondisi dan situasi normal, pada saat masa sewa habis dan tidak diperpanjang maka Pak Burhan Berry wajib mengembalikan tanah dan bangunan seperi semula seperti pada saat bangunan/rumah dan tanah diserahkan untuk disewakan.

So, intinya Jual Beli tidak memutus adanya Sewa menyewa yang dibuat sebelumnya.

Demikian uraian singkat semoga bermanfaat. Terima kasih.

Warm regard,

Sri Hendarianto SP, SH









Minggu, 18 September 2011

Hak-hak Anda sebagai Karyawan Kontrak

1. Apa sih yang dimaksud dengan Karyawan Kontrak ?
Karyawan Kontrak diartikan secara hukum adalah Karyawan dengan status bukan Karyawan tetap atau dengan kalimat lain Karyawan yang bekerja hanya untuk waktu tertentu berdasar kesepakatan antara karyawan dengan Perusahaan pemberi kerja.

Dalam istilah hukum Karyawan kontrak sering disebut “Karyawan PKWT”, maksudnya Karyawan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

Secara hukum dikenal 2 (dua) macam Karyawan yaitu Karyawan Kontrak (PKWT) dan Karyawan Tetap atau karyawan PKWTT/Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu.

2. Apa dasar hukum Karyawan PKWT ?
Berdasar UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 56 yang menyatakan :
(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas :
a. jangka waktu; atau
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.

3. Jenis Pekerjaan apa saja yang dapat dilakukan Karyawan Kontrak ?
Berdasar UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 59 yang menyatakan :
(1)   Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
a.  pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b.  pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c.  pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d.  pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

(2)   Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang besifat tetap.

4. Apa sih yang dimaksud dengan pekerjaan yang besifat tetap dan pekerjaan yang bersifat sementara ?

Berdasar Penjelasan Pasal 59 ayat (2) menjelaskan :
Yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap dalam ayat ini adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman.

Pekerjaan yang bukan musiman adalah pekerjaan yang tidak tergantung cuaca atau suatu kondisi tertentu. Apabila pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi, tetapi tergantung cuaca atau pekerjaan itu dibutuhkan karena adanya suatu kondisi tertentu maka pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan musiman yang tidak termasuk pekerjaan tetap sehingga dapat menjadi obyek perjanjian kerja waktu tertentu.

5. Ada nggak pembatasan waktu maksimal bagi masa kerja bagi Karyawan Kontrak ?
Ada, berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 59 ayat (4) yang menyatakan :
Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

Dan Pasal 59 ayat (6) yang menyatakan :
Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentuyang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.

So, Karyawan Kontrak dapat di kontrak atau di ikat maksimal selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk selama maksimal 1 (satu) tahun.

Namun apabila Pengusaha merasa cocok dengan kinerja Karyawan Kontrak, dapat dilakukan pembaruan PKWT dengan ketentuan hanya boleh dilakukan sekali untuk waktu maksimal 2 (dua) tahun.

6. Apa akibat hukum bagi Pengusaha yang mempekerjakan Karyawan Kontrak namun tidak seperti aturan diatas ? misal contoh kasus, ada Karyawan yang di kontrak 5 (lima) tahun itu gimana tuh?

Berdasar UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 59 ayat (7) yang menyatakan :
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

Berdasar aturan hukum tersebut maka jika ada Karyawan yang dikontrak 5 (lima) tahun maka Karyawan secara otomatis hukum, setelah 3 (tiga) bulan waktu ia bekerja menjadi Karyawan tetap.

7. Teman saya bekerja di sebuah Restoran dengan status Kontrak 1 (satu) tahun dan katanya dapat diperpanjang, pada awal masuk kerja dia disuruh menjalani Masa Percobaan.
Apa tuh Masa Percobaan ?
Masa Percobaan adalah masa atau waktu Karyawan Baru di nilai oleh Perusahaan. Penilaian ini menentukan apakah Karyawan Baru tersebut cocok/sesuai dengan pekerjaan yang di berikan oleh Perusahaan. Dalam Masa Percobaan ini akan menentukan apakah Karyawan Baru akan diangkat menjadi Karyawan Tetap atau malah tidak diterima menjadi Karyawan.

Oh iya, perlu dijelaskan bahwa Masa Percobaan tidak dapat di terapkan pada Karyawan Kontrak/PKWT. Hal ini berdasar UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 58 ayat (1) dan (2) yang menyatakan :
(1)   Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
(2)   Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.

Jadi, Karyawan Kontrak yang di minta oleh Perusahaan Restoran untuk menjalani Masa Percobaan secara hukum tidak benar.

8. Berapa lama maksimal waktu “Masa Percobaan” ?
Berdasar UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 60 yang menyatakan :
Perjanjian kerja untuk  waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.

9. Bolehkah Pengusaha mengubah status Karyawan dari Karyawan Tetap menjadi Karyawan Kontrak ?
Pengusaha tidak boleh mengubah status Karyawan sak penak udel’e dewe. Apabila itu dilakukan akan melanggar hukum.

Secara aturan hukum tidak mengatur Eksplisit mengenai hal ini, namun justifikasi yang dapat disampaikan adalah bahwa status Karyawan dari Karyawan Tetap menjadi Karyawan Kontrak adalah sama saja dengan penurunan status.

Penurunan status Karyawan dari Tetap menjadi Kontrak adalah masuk kategori PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) sepihak dari Perusahaan dan dalam satu waktu yang sama Pengusaha mengangkat Karyawan (Tetap) tersebut menjadi Karyawan Kontrak.

10. Apabila misal si “A” di kontrak Perusahaan 2 (dua) tahun dari tanggal 5 Juli 2010 sampai dengan 4 Juli 2012. Namun karena faktor “like & dislike” dari Pimpinan Perusahaan, maka Perusahaan menghentikan si “A” secara sepihak pada 2 Januari 2011. Bagaimana mana aturan hukumnya tuh ?

Berdasar UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 62 yang menyatakan :
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

Pasal 60 menyatakan :
Perjanjian kerja berakhir apabila :
a. pekerja meninggal dunia;
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
d. adanya  keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Maka berdasar aturan hukum di atas, si “A” berhak mendapat uang Ganti Rugi sejumlah ‘upah per bulan’ dikalikan 17 (tujuh belas).

17 (tujuh belas) adalah jumlah bulan sisa kontrak yang belum dijalani si “A”.

Misal si “A” gaji perbulan adalah Rp. 1.300.000,-  maka Ganti rugi yang diterima si “A” adalah Rp. 22.100.000,-.

Demikian sekelumit informasi yang dapat disampaikan. Terima kasih.

Warm regard,

Sri Hendarianto SP, SH


Advokat & Kurator pada Kantor Hukum "Hendarianto & Associates"
email : togahitam@gmail.com
Hp : 0818 217 857

#karyawankontrak
#pkwt
#pkwtt
#buruh
#pekerjakontrak
#serikatpekerja
#hrd






Jumat, 16 September 2011

Salinan BAP adalah Hak

Apabila anda tersangkut masalah pidana atau malah anda sendiri sebenarnya pelaku tindak pidana maka sangat dimungkinkan anda akan di mintai keterangan dihadapan penyidik/polisi.

Terkadang anda atau lawyer anda tidak sadar mungkin karena kelelahan mendampingi anda sebagai klien dalam pemeriksaan. Bahwa anda bisa minta kepada penyidik/polisi untuk mendapatkan salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) jika anda dipanggil sebagai Tersangka. Permintaan Anda tersebut di dasarkan pada Pasal 72 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana  (KUHAP) / UU No. 8 Tahun 1981.

Adapun Pasal 72 KUHAP menyatakan :

Atas permintaan tersangka atau penasihat hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaannya.

Apakah gunanya meminta salinan BAP dalam penyidikan? Dalam pasal 72 KUHAP di atas dikatakan untuk kepentingan pembelaan. Namun dalam prakteknya salinan BAP sangat di butuhkan oleh Lawyer untuk  menganalisa perkara yang sebenarnya dan tentunya ini dilakukan untuk melakukan pembelaan terhadap anda.

Terima kasih.

warm regard,


Sri Hendarianto SP

Perlindungan Hukum bagi Pemilik Buku Cek

1.Sebelum menyerahkan asli lembar cek ke orang lain, copy terlebih dahulu cek tersebut.
2. Pada halaman belakang copian cek di tandatangani si penerima cek. Jika memungkinkan ada saksi yg ikut tandatangan.
3. Pastikan tertulis pihak penerima cek pada lembar cek yang anda serahkan
4.Minta copy KTP si penerima cek,
5. Jangan serahkan cek apabila saldo rekening tidak mencukupi. Hati-hati pada saat cek sudah jatuh tempo dan saldo di rekening tidak mencukupi penjara menanti anda.

Demikian tips singkat semoga bermanfaat.

Regards,


Sri Hendarianto SP,SH

Sabtu, 10 September 2011

LEASING . . membantu atau menjebak ?

1. Dasar Hukum
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK. 012/2006 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN.

2. Pengertian
Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan.

Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan  pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (Lessee) selama jangka waktu  tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.

Penyewa Guna Usaha (Lessee) adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari Perusahaan Pembiayaan (Lessor).

3. Istilah.
Penggunaan istilah “leasing” yang salah  kaprah.
Istilah leasing di dalam masyarakat dipakai untuk istilah pembelian  secara angsuran atau “kredit” dengan menandatangani perjanjian “financial leasing” melalui perusahaan pembiayaan  konsumen untuk dapat memiliki kendaraan bermotor baik kendaraan  roda dua ataupun empat dengan cara meng-angsur.

Pengertian Leasing yang benar adalah seperti yang telah diuraikan diatas pada angka “2”.

Apabila pengertian  Leasing untuk pembelian kendaraan bermotor maka lebih tepat secara hukum  bahwa leasing tersebut masuk dalam ranah “sewa beli”.

Secara sederhana ilustrasinya begini, Budi membeli motor  roda dua merk Honda dengan cara leasing, hal ini diartikan Budi membeli kendaraan dengan cara Sewa Beli artinya Budi membeli dengan melalui sewa/angsuran dengan kalimat lain Budi belum dapat memliki seutuhnya motor Honda itu sebelum Budi melunasi angsurannya.

4.  Perkembangan Leasing
Di dalam masyarakat, perjanjian “financial leasing” di golongkan dalam  perjanjian tidak bernama (innominaat) karena tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan merupakan jenis perjanjian yang tumbuh dalam pergaulan masyarakat.

Perjanjian “financial leasing” timbul karena asas kebebasan berkontrak dalam KUHPedata yang diatur pada Pasal 1338 KUHPerdata.

5. Perlindungan Hukum Bagi Kreditur
Leasing merupakan bisnis loosely regulated tidak seperti lembaga keuangan bank, maka perlindungan hukum terhadap para pihak sangat minim hanya sebatas itikad baik dari para pihak itu sendiri yang kemudian dituangkan dalam suatu perjanjian.

Bahwa perjanjian yang terjadi antara Perusahaan Leasing dengan konsumennya adalah perjanjian kredit bukan perjanjian leasing, maka di sini yang akan dibahas adalah perlindungan bagi kreditur dan debitur yang terjadi dalam perjanjian kredit antara perusahaan leasing dengan konsumennya. Adakalanya suatu perjanjian telah memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian tetapi tidak dapat terlaksana sebagaimana yang telah diperjanjikan, ada hal-hal yang menyebabkan tidak terlaksananyasuatu perjanjian dan mengakibatkan Wanprestasi. Tidak ada prosedur yang khusus terhadap eksekusi obyek perjanjian, karena itu jika ada sengketa haruslah beracara lewat pengadilan dengan prosedur biasa.

Dalam perjanjian kredit justru obyek perjanjian itu sendiri yang menjadi jaminan hutang yang paling efektif, sehingga apabila debitur wanprestasi barang jaminan itu dapat langsung dijual, tetapi kenyataannya kedudukan kreditur tidak seaman seperti yang diperkirakan.

Misalnya adanya peralihan obyek perjanjian kepada pihak ketiga yang dilakukan oleh debitur tanpa sepengetahuan atau seijin kreditur. Hal ini debitur dapat dikenakan sanksi pidana,
Pasal 372 dan 378 KUHP.

Dalam suatu perjanjian kredit, Kreditur (perusahaan leasing) meminta jaminan berupa fidusia atas obyek perjanjian tersebut. Tentunya dengan harapan agar obyek perjanjian dapat dieksekusi dengan cara fidusia jika jalan yang lain tidak tercapai. Pengaturan fidusia ini bersatu dalam perjanjian pengakuan hutang, walaupun kadang-kadang dibuat akta tersendiri untuk fidusia ini.

Hal ini sesuai dengan ketentuan Surat Pengakuan Hutang
Dengan Penyerahan Jaminan Secara Fidusia yang berisi :
Bahwa untuk menjamin kepastian pembayaran sebagaimaana mestinya angsuran hutang pokok, bunga dan biaya-biaya lainnya yang terhutang dan wajib dibayar oleh Pihak Kedua (debitur) kepada Pihak Pertama
(kreditur) berdasarkan surat hutang yang dibuat tersebut, maka Pihak Kedua dengan ini menyerahkan secara fidusia ke dalam milik PihakPertama dengan ini menerima penyerahan secara fidusia ke dalam miliknya atas mesin / kendaraan bermotor (roda dua atau roda empat) dengan spesifikasi sebagai berikut :
- No. BPKB / No........ :
- No. Polisi :
- Jenis Kendaraan :
- Merek / Type :
- No. Rangka :
- No. Mesin :

Penyerahan hak milik secara fidusia tersebut dilakukan dengan syaratsyarat
dan ketentuan sebagai berikut :
1. Segala harta kekayaan, Pihak Kedua baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan bagi pelunasan jumlah kredit yang timbul karena perjanjian ini.
2. Pihak Kedua mempergunakan kendaraan tersebut, akan tetapi mulai hari ini bukan lagi sebagai pemilik dari kendaraan tersebut melainkan hanya sebagai peminjam belaka.
3. Pihak Kedua bertanggungjawab penuh untuk merawat dan memelihara / menjaga kendaraan tersebut dengan sebaik-baiknya dan melakukan setiap perbaikan-perbaikan dan pembetulan-pembetulan yang dianggap perlu semuanya atas beban dan biaya Pihak Kedua.
4. Pihak Kedua dilarang menyewakan, meminjamkan atau menjaminkan dengan cara bagaimanapun juga atau memindah tangankan dengan cara apapun juga dan kepada siapapun juga kendaraan tersebut di atas, apabila Pihak Kedua melanggar larangan ini, maka merupakan perbuatan penggelapan yang dapat dikenakan sanksi Pasal 372 KUHP dan Pasal 378 KUHP, dan karenanya Pihak Pertama berhak untuk melaporkan perbuatan Pihak Kedua tersebut kepada pihak yang berwenang.
5. Pihak Pertama atau wakilnya yang ditunjuk untuk itu berhak untuk pada setiap waktu memasuki tempat dimana kendaraan tersebut berada, untuk memeriksa keadaaannya dan Pihak Pertama juga berhak
untuk melakukan atau menyuiruh melakukan semua tindakantindakan serta perbuatan-perbuatan yang seyogyanya harus dilakukan oleh Pihak Kedua untuk mempertahankan kendaraan tersebut dalam keadaan yang sebaik-baiknya, bilamana karena sebab apapun pihak Kedua lalai untuk melakukan hal-hal termaksud, semuanya atas bebanbeban dan biaya Pihak Kedua sendiri.
6. Pihak Kedua dilarang melakukan perbuatan menyembunyikan kendaraan tersebut, melainkan wajib untuk memperlihatkan dan atau menunjukkan fisik kendaraan tersebut kepada Pihak Pertama, apabila Pihak Pertama telah memberitahukan baik lisan maupun tertulis kepada Pihak Kedua tentang maksudnya hendak melihat dan mengetahui kendaraan tersebut, sehingga jika Pihak Kedua tidak memenuhi kewajiban memeperlihatkan atau menunjukkan kendaraann tersebut kepada Pihak Pertama, maka dapatlah perbuatan menyembunyikan itu dianggap bahwa Pihak Kedua telah menyewakan, meminjamkan atau menjaminkan atau memindahtangankan kendaraan.
7. Pengurusan perpanjangan STNK dan balik nama kendaraan tersebut ditangani oleh Pihak Pertama.
8. Pengambilan BPKB dapat dilakukan oleh Pihak Kedua atau suami/Istri Pihak Kedua tanpa diperlukan surat kuasa untuk itu kepada PihakPertama, dan pengambilan hanya dapat dilakukan pada 7 (tujuh) hari kerja setelah dilakukan pelunasan hutang seluruhnya oleh PihakKedua atau Suami/ istri Pihak Kedua.
9. Pihak Kedua wajib mengasuransikan apa yang diserahkan secara fidusia tersebut terhadap bahaya kebakaran dan bahaya-bahaya lainnya sebagaimana dianggap perlu oleh Pihak Pertama, sampai sejumlah yang ditetapkan oleh Pihak Pertama, sedangkan Premi Asuransi ditanggung oleh Pihak Kedua.Tanda pelunasan premi dan polis yang memuat “BANKER CLAUSE” harus diserahkan dan disimpan oleh Pihak Pertama.
Pihak Pertama berhak pula untuk :
a. Setiap kali memperpanjang jangka waktu asuransi
b. Bila terjadi musibah atas apa yang diserahkan secara fidusia tersebut Pihak Pertama berhak mengajukan klaim, mengadakan perundingan, menerima ganti kerugian selanjutnya berbuat apapun
tanpa kecuali.
c. Menggunakan ganti rugi untuk memperbaiki kerusakan atau pembayaran kembali utang Pihak Kedua, sisa (bila ada) harus segera diserahkan kepada Pihak Kedua.

10. Pihak Kedua menanggung pada Pihak Pertama bahwa kendaraan tersebut adalah benar-benar tidak ada orang atau pihak lain yang ikut berhak dan / atau dijaminkan dengan cara bagaimanapun juga kepada
orang atau pihak lain serta tidak tersangkut dalam perkara atau sengketa. Selama berlakunya hutang ini :
- Adapun yang diserahkan secara fidusia tersebut tidak boleh dialihkan, dibebani dengan beban lain apapun atau disewakan tanpa persetujuan tertulis dari Pihak Pertama.
- Setiap saat Pihak Kedua melunasi hutangnya Pihak Pertama harus mengembalikan kendaraan kepada Pihak Kedua, namun apabila kendaraan tersebut telah diambil atau ditarik dan dilelang oleh Pihak Pertama, sebagai akibat Pihak Kedua melanggar atau tidak menataati perjanjian hutang ini, maka Pihak Pertama tidak mempunyai kewajiban untuk menyerahkan kendaraan tersebut kepada Pihak Kedua.
11. Dalam hal jaminan itu sudah dikuasai Pihak Pertama, maka Pihak Pertama berhak melakukan penjualan / lelang kendaraan terhitung 1 (satu) minggu sejak kendaraan tersebut dalam penguasaan Pihak Pertama tanpa memerlukan izin Pihak Kedua baik lisan maupun tertulis. Pihak Pertama berhak mengadakan pembicaran, menetapkansyarat dan perjanjian, menerima harga dan menandatangani kuitansi, meyerahkan apa yang dijual kepada pembeli.
Setelah penjualan di lakukan maka Pihak Pertama berhak menahan hasil penjualannya hingga sama besarnya dengan hutang Pihak Kedua.

Hasil penjualan yang ditahan dianggap sebagai pembayaran hutang yang dilakukan oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama apabila belum mencukupi untuk membayar hutang maka sisa kekurangannya masih merupakan hutang Pihak Kedua yang harus dibayar sekaligus lunas kepada Pihak Pertama selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah permintaan, akan tetapi bila sebaliknya hasil penjualan tersebut masih terdapat kelebihan maka harus dikembalikan kepada Pihak Kedua dengan tidak diwajibkan untuk membayar ganti rugi atau bunga atau denda kepada Pihak Kedua.

Pihak Kedua berjanji akan mengikatkan diri untuk menyetujui semua tindakan hukum yang dilakukan oleh Pihak Pertama dan tidak akan menuntut secara pidana atau menggugat secara perdata Pihak Pertama
dan pembeli kendaraan tersebut dan membebaskannya dari gugatan pihak manapun sehubungan pelaksanaan tindakan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam surat kuasa yang tersebut dalam
perjanjian ini.

Dengan diundangkannya Undang-undang Fidusia Nomor 42 tahun 1999, maka perjanjian kredit dengan pembebanan jaminan berupa penyerahan hak milik berdasarkan fidusia berlaku sifat eksekutorial dari akta fidusia yang didaftarkan, apabila terjadi wanprestasi dari debitur seketika itu juga oleh kreditur berdasarkan akta fidusia dapat meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan penyitaan tarhadap barang jaminan yang telah diserahkan haknya secara fidusia.

Demikian uraian  singkat. Semoga bermanfaat. Terima kasih.

Regards,


Sri Hendarianto SP, SH

Advokat & Kurator pada Kantor Hukum "Hendarianto & Associates"
email : togahitam@gmail.com
Hp : 0818 217 857