English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Kamis, 24 Februari 2011

DOKUMEN FOTOKOPI BUKAN BUKTI

Apabila dalam persidangan pada agenda sidang Pembuktian, pihak Penggugat (Pemohon) atau Tergugat (Termohon) menghadirkan Bukti Tertulis berupa dokumen yang bukan aslinya alias fotokopi, maka dokumen tersebut tidak mempunyai kekuatan pembuktian sama sekali atau dengan kata lain Hakim Majelis pemeriksa perkara wajib untuk tidak memeriksa atau mempertimbangkan dokumen tersebut.

Mengenai keharusan adanya dokumen /bukti tertulis ASLI pada pembuktian persidangan diatur pada :

- Pasal 1888 KUH Perdata yang menyatakan :

"Kekuatan Pembuktian suatu bukti tulisan adalah pada akta aslinya"

dan;

- Yurisprudensi MARI No. 701 K/Sip/1974 tertanggal 1 April 1974 yang menyatakan :
"Karena Yudex factie mendasarkan putusannya melulu atas surat-surat bukti yang terdiri fotokopi-fotokopi yang tidak secara sah dinyatakan sesuai dengan aslinya, sedang terdapat diantaranya yang penting-penting yang secara substansial  masih dipertengkarkan oleh kedua belah pihak, Judex factie sebenarnya telah memutuskan perkara ini berdasarkan bukti -bukti yang tidak sah."
Menurut saya adanya aturan tersebut diatas adalah benar sekali karena jika pembuktian sidang para pihak di perbolehkan menghadirkan bukti tertulis /dokumen fotokopi, maka akan ber-potensi :

1. Bermunculan Bukti atau dokumen-dokumen palsu ;
2. Semua pihak dapat sebanyak-banyaknya manghadirkan dokumen-dokumen palsu tersebut di persidangan
3. Adanya putusan yang tidak adil.

Dokumen fotokopi jika tidak dihadirkan aslinya maka tidak ada tolok ukur ke-absah-an dan ke-asliannya. Dengan begitu Hakim pemeriksa perkara akan mengalami kesulitan yang sangat karena begitu banyaknya dokumen yang harus diperiksa dan tidak ada tolok ukur untuk meyakinkan bahwa bukti/dokumen itu benar adanya.

Untuk itulah dimunculkan aturan mengenai keharusan menghadirkan bukti/dokumen asli dalam persidangan. Hal ini menurut saya untuk :

1. Mencegah munculnya dokumen-dokumen palsu
2. Mencegah banyaknya (jumlah) dokumen yang akan dimunculkan dalam sidang
3. Membangun keyakinan Hakim dengan tolok ukur ke-aslian bukti.

Inget lohh ya , Hakim dalam mengadili dan memutus suatu perkara harus mendasarkan minimal 2 (dua) alat bukti dan keyakinan Hakim. So, bagaimana Hakim bisa yakin kalo bukti/dokumen yang diajukan hanya  fotokopian yang tidak ada aslinya?

Jadi, dalam persidangan pada sesi Pembuktian harus menghadirkan bukti/dokumen asli dan valid.
Valid dalam arti :

1. Masih berlaku, tidak expired. Contoh : bukti KTP, harus yang masih berlaku.
2. Didukung dengan dokumen lain atau Saksi. Misal Bukti Akta Notaris, harus didukung oleh Saksi Notaris  pembuatnya dan Saksi yang ikut tandatangan pada Akta tersebut.
3. Lebih kuat lagi jika bukti kita tak terbantahkan dengan bukti lain dari pihak lawan.

Warm Regard,

Adv.Antonio Sri Hendarianto

4 komentar:

  1. numpang tanya.. bagaimana kalau PDF file. apakah disamakan dengan fotokopi. hal ini mengingat saat ini dan besok-besoknya akan banyak data dengan sarana ini. terima kasih.

    Isa FC (BNI Semarang)

    mohon jawaban di email juga ke isafcor@yah oo.co*

    BalasHapus
  2. Terima kasih infonya... so helpfull...

    BalasHapus
  3. Pemalsuan dokumen marak terjadi dalam hal sidang perkara perdata hakim tdk memerintahkan BPN utk membawa warkah sehingga dalam hal ini apakah hakim telah melanggar kode etik? Karena yg dipermasalahkan adalah surat keterangan pelepasan hak yg dijadikan terbitnya sertfikat mohon penjelasan trim

    BalasHapus
  4. Dapatkah kesaksian pelaku dlm sidang perkara perdata dijadikan utk membuka sp3? Mohon penjelasan

    BalasHapus